Lip Tie

Saya tidak mengenal istilah lip tie sebelumnya. Malah waktu itu saya hanya mengetahui tentang tongue tie saat mengikuti online sharing terkait permasalahan speech delay pada anak. Qodarullah, anak teman saya ternyata mengalami tongue tie dan Alhamdulillah telah dilakukan tindakan insisi. Dari hal itu lah saya semakin “melek” mengenai tongue tie.

Setelah googling sana-sini ternyata ada juga yang namanya lip tie. Sesuai namanya, jika tongue tie itu yang “diikat” adalah lidah, lip tie “mengikat” bagian bibir. Namun, waktu itu saya hanya melihat sekilas tentang lip tie and I don’t really bother about it anyway.

Tongue tie vs Lip tie

Awalnya saya tidak kepikiran jika Umar mengalami lip tie. Hanya saja memang dia memiliki bagian tengah gusi yang agak menonjol, dan itu malah terlihat unyu-unyu ketika dia tertawa. Singkat cerita, saya melihat postingan seorang ibu di sosial media yang anaknya mengalami lip tie disertai foto sang anak. Seketika itu saya langsung ngeuh, loh kok mirip ya bentuk gusinya dengan Umar. Apa jangan-jangan Umar juga mengalami lip tie!?

More

Pro Kontra Pakaian Bekas

Pro kontra pakaian bekas sudah menjadi topik yang berulang kali dibahas. Pemerintah melarang peredaran pakaian bekas dengan alasan merusak pasar dalam negeri. Sementara, masyarakat penyuka pakaian bekas beralasan bahwa kualitas pakaian bekas jauh di atas kualitas pakaian baru “made in Indonesia”. Harga pakaian bekas pun worth to buy.

Jujur, dulu saya penyuka barang bekas, baik itu pakaian, tas, atau sepatu. Bahkan, jika saya sedang berada di kota tertentu, saya selalu menyempatkan diri menelusuri pasar pakaian bekas di kota itu. Seperti pasar pakaian bekas di Pasar Atas Bukittinggi, monja di Medan, toko-toko pakaian bekas di Yogyakarta, lapak-lapak pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta, bahkan waktu ke Kuala Lumpur pun saya sempat window shopping di lapak pakaian bekas di sana (saya lupa nama areanya). Kalau di Pekanbaru, nggak perlu ditanyakan lagi. Gue sampai hafal sudut-sudut Pasar Kodim. Hehehe…

Teman-teman di kampus pun mengetahui kalau saya suka beli baju PJ (istilah baju bekas di Pasar Kodim). Malu? Nggak, saya ngga malu. Bahkan mereka ikut terpengaruh beli baju PJ juga haha… I hope it doesn’t have a bad influence on you guys 😀

More

Living in Harmony with Noise

My husband and I have lived in our current rental home for more than two years. We enjoy staying at this place because the atmosphere is comfortable, good neighbors, and the environment is quite calm.

Wait… What!? Calm? Okay… Let’s talk about it!

At first we thought so. However, after the birth of our first child, it’s not the same anymore! In fact, our residence isn’t quiet enough for our baby. The vehicles passing by, the neighbors opening and closing their fences, the voices of children, all of this really disturbed our baby’s sleep. He always woke up when he heard those noises.

Annoyed? Angry? Yes, I had felt that. My baby are affected with the noise they made. Poor baby! But, what else can I do. Life as a neighbor is not always as smooth as we would like it to be. If you want to live quietly without the disturbance of other people, just live in the forest! 😀

I’m looking for a way so that my baby can sleep peacefully. I put his bedtime back in the morning. I waited for my neighbors to go to work because at that time the sound of their vehicles and fences was quite disturbing.

Alhamdulillah, biiznillah, my baby can sleep more peacefully. My heart is also calmer. Saya pun tidak se-misuh-misuh seperti sebelumnya. Hitung-hitung belajar sabar juga. Hehehe…

Living in harmony with noise, that’s the life I’m living right now as a new mom.[]

❤️ Dila

Tholabul Ilmi: Curhat Dosen dan Adab Para Ulama

Namun, yang  hilang saat ini adalah KEBERKAHAN ilmu karena para penuntutnya tidak lagi MEMULIAKAN ilmu dan tidak memiliki ADAB sebagaimana adab para penuntut ilmu terdahulu.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Tema ini sudah lama menggelitik pikiran saya. Sudah lama ingin saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Terutama sejak mengikuti Kajian Kitab Tazkiratussami’ wal Mutakallim fii ‘Adabil ‘Alim wal Mutakallim tahun 2018 silam. Kitab tersebut benar-benar membuka pikiran saya mengenai adab dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu agama yang sungguh mulia tingkatannya.

Terlebih lagi… Tahun demi tahun… Saya pribadi melihat bagaimana para penuntut ilmu (baik ilmu umum atau ilmu syar’i) saat ini begitu mudah merendahkan ilmu dan kurang menghargai para pengajar ilmu. Tentunya saya bukan penuntut ilmu yang sempurna. Demi Allah, jauuhh… Jauh dari itu semua. Bahkan mungkin saya banyak kesilafan saat berada di dalam majelis ilmu 😔. Untuk itu saya membuat tulisan ini, sebagai pengingat khususnya untuk diri saya pribadi.

Pertama saya mau menceritakan pengalaman beberapa teman yang berprofesi sebagai pengajar (dosen). Mereka mengeluhkan bagaimana perilaku mahasiswa saat ini yang suka semena-mena. Salah satunya adab saat menghubungi mereka via telfon.

Lalu ada juga pengalaman seorang dosen senior (tahun 2023 beliau akan pensiun, insyaallah, jadi kebayangkan betapa senior dan berpengalamannya beliau 😊). Beliau satu halaqoh tahsin dengan saya. Di suatu kesempatan beliau bercerita betapa rusaknya adab dan perilaku, serta lemahnya kreatifitas mahasiswa saat ini.

“Dulu mahasiswa kalau bimbingan skripsi, dikasih poin-poin saja mereka mampu mengembangkan sendiri, kalau sekarang benar-benar harus dijelaskan bahkan kita pula yang membuatkan penjelasannya,” cerita beliau. Bahkan, menurut beliau yang sebagai dosen Fakultas Pertanian, ada mahasiswa yang saat bimbingan tidak tahu arti fotosintesis itu apa. Padahal fotosintesis merupakan aktivitas inti dari tumbuhan dimana mahasiswa Pertanian selayaknya sudah” khatam” akan hal tersebut.

More

Memiliki Keturunan yang Shalih

Apabila dalam diri seorang anak berkumpul faktor genetika yang shalih, serta faktor pendidikan yang baik, maka dengan izin Allah akan menghasilkan seorang anak yang memiliki agama dan akhlak terbaik.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Perempuan erat hubungannya dengan baik atau buruknya sebuah generasi. Karena dari rahimnya lah keluar para penerus. Dan di bawah naungannya lah para penerus tadi mendapat pendidikan yang pertama.

Muhammad Quthb berkata, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik selama ia pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang baik. Sebaliknya, ibu yang rusak akhlaknya hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya.”

Abul Aswad Ad-Duaili berkata kepada anak-anaknya, “Sungguh aku telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil hingga kalian dewasa bahkan semenjak kalian belum dilahirkan.”

Anak-anaknya bertanya, “Bagaimana cara ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami terlahir?”

Beliau menjawab, “Aku telah pilihkan untuk kalian ibu yang mana kalian tidak akan pernah kecewa kepadanya.”

Demikian juga dengan janin. Di samping ia memerlukan seorang ibu shalihah, memiliki agama yang kokoh sehingga mampu menjaga dan memeliharanya ketika masih berada di dalam kandungan serta dapat mewarisi sifat-sifatnya yang mulia. Janin juga memerlukan sosok seorang ayah yang shalih yang menjaga dirinya dan ibunya.

More

Previous Older Entries